A. Mahbub Djunaidi |
Ungkapan menang tanpa ngasorake memiliki arti
bahwa dalam mencapai tujuan yang kita harapkan, kemenangan yang kita inginkan, akan
lebih terpuji apabila tanpa merendahkan orang lain. Dalam menyelesaikan pertentangan yang saling
memberikan keuntungan diperlukan ' win win solution ', ana rembug ya
dirembug ana petung ya dietung. Artinya semua pihak yang berselisih memiliki
hasil saling menguntungkan. Bila ada yang harus dibicarakan silakan
dimusyawarahkan, bila ada yang harus dihitung silakan dipertimbangkan Filosofi ini
membuat kehidupan lebih indah, tanpa merendahkan orang lain, kesatria, dan jauh
dari sifat keserakahan.
Terlebih
bagi anggota dewan yang bertikai saat rapat paripurna penetapan komisi
dan alat kelengkapan Dewan (AKD) Selasa, 28 Oktober 2014. Mestinya tidak perlu terjadi pertikaian yang
berkepanjangan apabila masing-masing pihak membekali dirinya dengan pedang yang
bernama menang tanpa ngasorake. Selain itu juga ada saling menghormati
proses komunikasi politik
antar kelompok. Seandainya hal itu diselesaikan dengan bijaksana dan
penuh toleransi, musyawarah dan mufakat akan membawa aura tersendiri bagi
Indonesia. Sebab, Bangsa Indonesia telah terkenal dengan sikap menghargai orang
lain, ramah, dan santun. Kalau kita mau bersabar, sebenarnya tidak ada
permasalahan yang tidak bisa diselesaikan asalkan dengan cara kepala dingin,
tidak perlu dengan kekerasan dan adu otot.
Tetapi bila kita menilai dari sisi sifat kemanusian yang dilengkapi dengan sifat emosi dan ambisi, maka perbuatan itu menunjukkan sifat kesempurnaan kemanusiaannya, hanya saja perlu dikelola agar sifat kemanusiaan yang bisa menjatuhkan martabat kemanusiaannya dapat dijadikan sebagai dorongan untuk mewujudkan ahsani taqwin (QS 95: 4). Allah SWT menyatakan manusia diciptakan dalam sebaik-baik bentuk, ahsanu taqwim. Maksudnya, manusia diciptakan dalam tampilan dan sosok fisikal yang sedemikian rupa memenuhi standar dan syarat untuk bisa menjalani kehidupannya di dunia yang penuh tantangan.
Tetapi bila kita menilai dari sisi sifat kemanusian yang dilengkapi dengan sifat emosi dan ambisi, maka perbuatan itu menunjukkan sifat kesempurnaan kemanusiaannya, hanya saja perlu dikelola agar sifat kemanusiaan yang bisa menjatuhkan martabat kemanusiaannya dapat dijadikan sebagai dorongan untuk mewujudkan ahsani taqwin (QS 95: 4). Allah SWT menyatakan manusia diciptakan dalam sebaik-baik bentuk, ahsanu taqwim. Maksudnya, manusia diciptakan dalam tampilan dan sosok fisikal yang sedemikian rupa memenuhi standar dan syarat untuk bisa menjalani kehidupannya di dunia yang penuh tantangan.
Sebenarnya kehidupan yang kita jalani itu seperti sebuah permainan atau pertandingan. Termasuk profesi yang kita miliki juga sebuah permainan yang kadang kala kita kalah dan kadang kala menang. Maka dalam mensikapi kehidupan yang penuh permainan ini kita harus pintar mensiasati agar mampu mengendalikan pemain yang satu dengan pemain yang lain. Parlemen adalah wakil rakyat yang diharapkan bisa bermain secara bijaksana. Tidak sedikit mereka memainkan permainan dan pertandingan di parlemen untuk menang dan mereka hanya sekedar bermain dan bertanding hanya agar ‘tidak kalah’. Jika ada salah satu di antara mereka menang, maka kemenangan mereka dipersembahkan untuk Indonesia. Sebaliknya, jika permanan atau pertandingan mereka kalah, kekalahan itu bukan semata-mata untuk dirinya sendiri atau untuk kelompoknya, tetapi juga kekalahan untuk Indonesia yang sedang berkembang untuk menerapkan demokrasi yang sebaik-baiknya.
Yang perlu diingat bahwa siapa pun dapat menjadi seorang pemenang dalam permainan dan pertandingan kehidupan. Maka dari itu dalam kehidupan yang penuh permainan ini harus memegang strategi dan prinsip seorang pemenang, dari penerapan (action) segi waktu, energi, sumber daya, passion, kreativitas dan sikap pantang menyerah agar ketika kita kalah bermain, kekalahan itu masih dalam lingkaran terhormat. Demikian pula jika menang, juga menang yang terhormat. Kehormatan ibarat energi yang selalu mengalir dari pusaran yang lebih besar ke pusaaran yang lebih kecil. Menjadi orang yang terhormat tidaklah mudah, dan perlu berlatih. Kerusuhan 28 Oktober 2014 lalu adalah sebagian kecil latihan untuk belajar menjadi orang yang terhormat. Sudah barang tentu jika ingin menjadi orang yang terhormat membutuhkan proses yang harus dilalui. Menjadi orang yang terhormat dapat dicapai melalui pendidikan yang cukup baik pendidikan mental maupun spiritual, pendidikan formal dan non formal. Orang yang terhormat akan dihormati pola pemikiran, tutur kata, dan tingkah laku. Sifat selalu terpuji, membuka wawasan dan pemikiran baru yang bermaanfaat untuk masyarakat luas. Mereka juga baik, tulus, mau berkorban dan mau kerja bakti demi masyarakat luas.
Melihat
kenyataan itu, kita tahu bahwa untuk menjadi orang yang terhormat ternyata
sulit, makanya banyak orang yang ingin menjadi orang yang terhormat. Jangan
heran kalau status orang yang terhormat menjadi langka, karena itu perlu
dilestarikan dan dikembangkan. Untuk melestarikan dan mengembangkan perlu
keteladanan dari pemimpin-peminpin kita. karena di pundak mereka terdapat
tanggung jawab untuk memberikan suri tauladan dalam berdemokrasi dan bernegara
yang baik.
Adeola Babatunde (2013) dalam bukunya Leadership & Management : Understunding the principles involved menuturkan 11 sifat pemimpin yang baik. Pertama jujur, tampilan ketulusan, integritas , dan kejujuran dalam semua tindakan karena perilaku dapat menipu kita dan tidak akan mampu menginspirasi kepercayaan. Kedua, kompeten, basis tindakan yang dilakukan berdasar pada alasan dan prinsip-prinsip moral, tidak membuat keputusan berdasarkan keinginan emosional kekanak-kanakan atau perasaan. Ketiga, mempunyai visi ke depan dengan menetapkan tujuan dan memiliki visi masa depan. Para pemimpin yang efektif membayangkan apa yang mereka inginkan dan bagaimana mendapatkannya. Keempat, kepercayaan tampilan dalam segala hal yang dilakukan. Kelima, inspiring, dengan menunjukkan ketahanan dalam stamina mental, fisik , dan spiritual, menginspirasi orang lain untuk meraih ketinggian baru bila perlu mengambil alih. Keenam, cerdas, dengan didasari selalu membaca, belajar, dan mencari tugas yang menantang. Ketujuh, berpikiran adil, dengan cara selalu mampilkan perlakuan yang adil bagi semua orang, jauh dari syak prasangka, karena prasangka adalah musuh keadilan. Tampilan empati dengan menjadi peka terhadap perasaan, nilai-nilai luhur, kepentingan bersama yang lebih besar dan bermanfaat untuk orang banyak, dan kesejahteraan orang lain. Kedelapan, berwawasan luas, dengan cara selalu mencari keragaman. Kesembilan, berani, memiliki ketekunan untuk mencapai tujuan, terlepas dari hambatan yang tampaknya tak teratasi. Selalu tampil tenang, percaya diri ketika berada di bawah stres. Kesepuluh, mudah, dengan cara mau menggunakan penilaian yang baik untuk membuat keputusan yang baik pada waktu yang tepat. Kesebelas, imajinatif yaitu selalu membuat perubahan tepat waktu dan tepat dalam program, rencana, dan metode.
Adeola Babatunde (2013) dalam bukunya Leadership & Management : Understunding the principles involved menuturkan 11 sifat pemimpin yang baik. Pertama jujur, tampilan ketulusan, integritas , dan kejujuran dalam semua tindakan karena perilaku dapat menipu kita dan tidak akan mampu menginspirasi kepercayaan. Kedua, kompeten, basis tindakan yang dilakukan berdasar pada alasan dan prinsip-prinsip moral, tidak membuat keputusan berdasarkan keinginan emosional kekanak-kanakan atau perasaan. Ketiga, mempunyai visi ke depan dengan menetapkan tujuan dan memiliki visi masa depan. Para pemimpin yang efektif membayangkan apa yang mereka inginkan dan bagaimana mendapatkannya. Keempat, kepercayaan tampilan dalam segala hal yang dilakukan. Kelima, inspiring, dengan menunjukkan ketahanan dalam stamina mental, fisik , dan spiritual, menginspirasi orang lain untuk meraih ketinggian baru bila perlu mengambil alih. Keenam, cerdas, dengan didasari selalu membaca, belajar, dan mencari tugas yang menantang. Ketujuh, berpikiran adil, dengan cara selalu mampilkan perlakuan yang adil bagi semua orang, jauh dari syak prasangka, karena prasangka adalah musuh keadilan. Tampilan empati dengan menjadi peka terhadap perasaan, nilai-nilai luhur, kepentingan bersama yang lebih besar dan bermanfaat untuk orang banyak, dan kesejahteraan orang lain. Kedelapan, berwawasan luas, dengan cara selalu mencari keragaman. Kesembilan, berani, memiliki ketekunan untuk mencapai tujuan, terlepas dari hambatan yang tampaknya tak teratasi. Selalu tampil tenang, percaya diri ketika berada di bawah stres. Kesepuluh, mudah, dengan cara mau menggunakan penilaian yang baik untuk membuat keputusan yang baik pada waktu yang tepat. Kesebelas, imajinatif yaitu selalu membuat perubahan tepat waktu dan tepat dalam program, rencana, dan metode.
Kesebelas di atas merupakan ciri-ciri pemimpin yang baik, sangat bermanfaat digunakan sebagai panduan semua orang yang menjabat sebagai pimpinan, baik dalam taraf paling rendah seperti pimpinan dalam keluarga sampai dengan pimpinan dalam suatu negara agar mampu memberikan suritauladan kepada masyarakat yang dipimpin dan dapat dijadikan sebagai pengarep. Mengutip istilah MH Ainun Nadjib, pemimpin harus berani bergerak meringsek masa depan yang gelap, melindungi orang yang dipimpin karena pemimpin itu adalah pengarep, perintis, pelopor, ujung tombak sejarah, yang siap sirna ditelan resiko perjuangan dalam gelap mencari cahaya ( A. Mahbub Djunaidi, Staf Litbangsta)
No comments:
Post a Comment